Kamis, 12 Juni 2014
Kamis, 03 April 2014
Sabtu, 01 Februari 2014
Tugas 2 bulan 3
Teknologi pada zaman
sekarang ini telah berkembang dengan pesat. Banyak teknologi yang telah
digunakan pada manusia untuk membantu pekerjaannya agar menjadi lebih mudah. Teknologi
yang telah banyak dimanfaatkan memang sangat membantu dalam kehidupan, hanya
saja masih banyak yang menyalah gunakan teknologi sehingga menyebabkan
kerusakan lingkungan. Seharusnya teknologi yang bagus adalah teknologi yang
ramah terhadap lingkungan. Seperti
halnya pada dunia pertambangan, teknologi pada dunia pertambangan telah banyak
digunakan untuk membantu kegiatan menambang. Akan tetapi dalam pertambangan
teknologi tersebut menjadi merusak lingkungan sehingga menimbulkan permasalahan
baru.
Ilmu pengetahuan dan teknologi telah banyak mengalami perkembangan. Perkembangan tersebut dilakukan guna untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang sama di dunia ini, yaitu masalah kerusakan pada lingkungan. Pada permasalahan di dunia pertambangan tersebut, dunia pertambangan telah membentuk teknologi yang ramah lingkungan agar perusakan lingkungan dapat terhindari. Teknologi yang dibuat untuk membuat ramah lingkungan itu seperti membuat alat-alat pertambangan yang menggunakan mesin di buat menjadi ramah lingkungan dengan cara emisi gas buang disaring hingga mencapai standar international, pembuangan limbah-limbah pertambangan di buang pada tempat khusus yang akhirnya akan di sterilkan menggunakan teknologi yang mutakhir, dan banyak hal lainnya yang telah dilakukan.
Hal ini merupakan suatu tindakan positif agar lingkungan di bumi ini tetap terjaga. Jadi sudah seharusnya untuk kita para manusia agar tetap menjaga lingkungan yang ada di dunia ini walau teknologi telah berkembang pesat, gunakan teknologi yang ramah lingkungan.
Ilmu pengetahuan dan teknologi telah banyak mengalami perkembangan. Perkembangan tersebut dilakukan guna untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang sama di dunia ini, yaitu masalah kerusakan pada lingkungan. Pada permasalahan di dunia pertambangan tersebut, dunia pertambangan telah membentuk teknologi yang ramah lingkungan agar perusakan lingkungan dapat terhindari. Teknologi yang dibuat untuk membuat ramah lingkungan itu seperti membuat alat-alat pertambangan yang menggunakan mesin di buat menjadi ramah lingkungan dengan cara emisi gas buang disaring hingga mencapai standar international, pembuangan limbah-limbah pertambangan di buang pada tempat khusus yang akhirnya akan di sterilkan menggunakan teknologi yang mutakhir, dan banyak hal lainnya yang telah dilakukan.
Hal ini merupakan suatu tindakan positif agar lingkungan di bumi ini tetap terjaga. Jadi sudah seharusnya untuk kita para manusia agar tetap menjaga lingkungan yang ada di dunia ini walau teknologi telah berkembang pesat, gunakan teknologi yang ramah lingkungan.
Tugas 1 bulan 3
Pada
zaman sekarang ini, telah banyak IPTEK yang banyak dikembangkan. Teknologi tersebut sangat banyak bermanfaat
dalam kehidupan manusi, seperti hal nya untuk membuat suatu produksi barang,
membuat pengganti bahan bakar alam, mengatasi perlimbahan dan polusi, hal itu
semua di perlukannya sebuah IPTEK.
Banyak
IPTEK yang telah banyak di perlukan dan di gunakan oleh manusia, terutama pada
bidang perindustrian. Dalam bidang industry IPTEK telah banyak digunakan untuk
membantu produksi industry. Selain itu IPTEK juga digunakan untuk mengatasi
limbah-limbah dan polusi yang di hasilkan oleh perindustrian. Perindustrian
telah banyak mencemari dan merusak lingkungan dengan limbah-limbah hasil
produksi, sehingga hal itu menjadikan masalah yang serius. Oleh karena itu
perindustrian di haruskan untuk mengatasi limbah-limbah yang mereka hasilkan,
dengan itu muncul lah IPTEK untuk mengatasi permasalahan tersebut. Perkembangan
IPTEK pun terus di kembangkan, sehingga menemukan pengelolahan limbah pada industry.
Limbah-limbah yang masih dapat di olah kembali akan di olah kembali sedangkan
yang tidak akan di sterilkan sehingga tidak mencemari lingkungan. Pada polusi
yang di hasilkan limbah juga harus diatasi karena hal tersebut juga dapat
mencemari lingkungan. Dengan teknologi, pencemaran polusi tersebut dapat di
atasi dengan cara melakukan penyaringan pada pembuangan polusi tersebut
sehingga menjadi lebih ramah lingkungan. Jadi berkat perkambangan teknologi
yang ramah lingkungan, sehingga dapat mengurangi pencemaran atau kerusakan pada
lingkungan.
Jumat, 31 Januari 2014
IPTEK Biogas Dari Kotoran Sapi
Pada
zaman sekarang ini, banyak manusia yang telah menggunakan bahan bakar alam
seperti batu bara, minyak bumi, gas. Bahan-bahan tersebut semakin lama akan
berkurang dan terus berkurang sehingga dapat mengakibatkan kelangkaan gas alam
apabila tidak di tangani. Oleh karena itu, mulailah bermunculan bahan bakar
untuk menggantikan bahan bakar alam menjadi bahan bakar yang terbaharukan,
salah satunya seperti bahan bakar biogas.
Biogas
adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik oleh
mikroorganisme pada kondisi langka oksigen (anaerob). Komponen biogas antara
lain sebagai berikut : ± 60 % CH4(metana), ± 38 % CO2 (karbon dioksida)
dan ± 2 % N2, O2, H2, & H2S. Biogas dapat dibakar seperti elpiji, dalam
skala besar biogas dapat digunakan sebagai pembangkit energi listrik, sehingga
dapat dijadikan sumber energi alternatif yang ramah lingkungan dan terbarukan.
Sumber energi Biogas yang utama yaitu kotoran ternak Sapi, Kerbau, Babi dan
Kuda. Kesetaraan biogas dengan sumber energi lain 1 m3 Biogas setara dengan :
Tabel kesetaraan biogas dengan sumber
bahan bakar lain
Penggunaan
biogas tersebut, selain bermanfaat untuk menggantikan gas alam yang tidak dapat
diperbaharukan, pemanfaatan biogas ini juga bagus untuk dapat secara sekaligus
mengatasi permasalahan limbah dari kotoran sapi. Oleh karena itu alangkah
bagusnya dari sekarang untuk tidak berketergantungan pada bahan bakar alam yang
tidak dapat terperbaharukan. Adapun dibawah ini cara untuk membuat biogas dari
kotoran sapi.
Biogas dari kotoran sapi diperoleh dari dekomposisi anaerobik
dengan bantuan mikroorganisme. Pembuatan biogas dari kotoran sapi harus dalam
keadaan anaerobik (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan gas yang
sebagian besar adalah berupa gas metan (yang memiliki sifat mudah terbakar) dan
karbon dioksida, gas inilah yang disebut biogas.
Proses fermentasi untuk pembentukan biogas maksimal pada suhu 30-55 C, dimana pada suhu tersebut mikroorganisme mampu merombak bahan bahan organik secara optimal. Hasil perombakan bahan bahan organik oleh bakteri adalah gas Metana.
Berikut adalah komposisi biogas (%) kotoran sapi dan campuran kotoran ternak dengan sisa pertanian Peralatan Pembuatan Biogas Kotoran Sapi :
Proses fermentasi untuk pembentukan biogas maksimal pada suhu 30-55 C, dimana pada suhu tersebut mikroorganisme mampu merombak bahan bahan organik secara optimal. Hasil perombakan bahan bahan organik oleh bakteri adalah gas Metana.
Berikut adalah komposisi biogas (%) kotoran sapi dan campuran kotoran ternak dengan sisa pertanian Peralatan Pembuatan Biogas Kotoran Sapi :
a. Bak Penampungan Sementara
Terbuat dari kotak dengan ukuran 0,5 m x 0,5 m x 0,5 m berguna sebagai tempat mengencerkan kotoran sapi.
Terbuat dari kotak dengan ukuran 0,5 m x 0,5 m x 0,5 m berguna sebagai tempat mengencerkan kotoran sapi.
b. Digester
Bangunan utama dari instalasi biogas adalah digester. Digester berfungsi untuk menampung gas metan hasil perombakan bahan bahan organik oleh bakteri. Jenis digester yang paling banyak digunakan adalah model continuous feeding dimana pengisian bahan organiknya dilakukan secara kontinu setiap hari. Besar kecilnya digester tergantung pada kotoran ternak yamg dihasilkan dan banyaknya biogas yang diinginkan. Lahan yang diperlukan sekitar 16 m2. Untuk membuat digester diperlukan bahan bangunan seperti pasir, semen, batu kali, batu koral, bata merah, besi konstruksi, cat dan pipa prolon.
Bangunan utama dari instalasi biogas adalah digester. Digester berfungsi untuk menampung gas metan hasil perombakan bahan bahan organik oleh bakteri. Jenis digester yang paling banyak digunakan adalah model continuous feeding dimana pengisian bahan organiknya dilakukan secara kontinu setiap hari. Besar kecilnya digester tergantung pada kotoran ternak yamg dihasilkan dan banyaknya biogas yang diinginkan. Lahan yang diperlukan sekitar 16 m2. Untuk membuat digester diperlukan bahan bangunan seperti pasir, semen, batu kali, batu koral, bata merah, besi konstruksi, cat dan pipa prolon.
c. Plastik Penampungan Gas
Terbuat dari bahan plastik tebal berbentuk tabung yang berguna untuk menampung gas methane yang dihasilkan dari digester. Gas metan kemudian disalurkan ke kompor gas.
Terbuat dari bahan plastik tebal berbentuk tabung yang berguna untuk menampung gas methane yang dihasilkan dari digester. Gas metan kemudian disalurkan ke kompor gas.
d. Kompor Gas
Berfungsi sebagai alat untuk membakar gas metan untuk menghasilkan api. Api inilah yang digunakan untuk memasak.
Berfungsi sebagai alat untuk membakar gas metan untuk menghasilkan api. Api inilah yang digunakan untuk memasak.
e. Bak penampungan Kompos
Bak ini dapat dibuat dengan cara mengali lobang ukuran 2 m x 3 m dengan kedalaman 1 m sebagai tempat penampungan kompos yang dihasilkan dari digester.
Bak ini dapat dibuat dengan cara mengali lobang ukuran 2 m x 3 m dengan kedalaman 1 m sebagai tempat penampungan kompos yang dihasilkan dari digester.
Tahapan
Pembuatan Biogas Kotoran Sapi.
Setelah peralatan digester selesai dipasang maka selanjutnya adalah tahapan pembuatan biogas dari kotoran sampi dengan cara sebagai berikut :
Setelah peralatan digester selesai dipasang maka selanjutnya adalah tahapan pembuatan biogas dari kotoran sampi dengan cara sebagai berikut :
1. Kotoran
sapi dicampur dengan air hingga terbentuk lumpur dengan perbandingan 1:1 pada
bak penampung sementara. Pada saat pengadukan sampah di buang dari bak
penampungan. Pengadukan dilakukan hingga terbentuk lumpur dari kotoran sapi.
2. Lumpur
dari bak penampungan sementara kemudian di alirkan ke digester. Pada pengisian
pertama digester harus di isi sampai penuh.
3. Melakukan
penambahan starter (banyak dijual dipasaran) sebanyak 1 liter dan isi rumen
segar dari rumah potong hewan (RPH) sebanyak 5 karung untuk kapasitas digester
3,5 - 5,0 m2. Setelah digester penuh, kran gas ditutup supaya terjadi proses
fermentasi.
4. Gas metan
sudah mulai di hasilkan pada hari 10 sedangkan pada hari ke -1 sampai ke - 8
gas yang terbentuk adalah CO2. Pada komposisi CH4 54% dan CO2 27% maka biogas
akan menyala.
5. Pada hari
ke -14 gas yang terbentuk dapat digunakan untuk menyalakan api pada kompor gas
atau kebutuhan lainnya. Mulai hari ke-14 ini kita sudah bisa menghasilkan
energi biogas yang selalu terbarukan. Biogas ini tidak berbau seperti bau
kotoran sapi.
6. Digester
terus diisi lumpur kotoran sapi secara kontinu sehingga dihasilkan biogas yang
optimal.
7. Kompos
yang keluar dari digester di tampung di bak penampungan kompos. Kompos cair di
kemas ke dalam deregent sedangkan jika ingin di kemas dalam karung maka kompos
harus di keringkan.
Demikian informasi tentang cara membuat biogas dari kotoran
sapi dan baca juga cara membuat kompos dari kotoran sapi.
Mari dari sekarang untuk terus berkreasi menemukan bahan bakar
yang dapat terperbaharukan agar dapat menggantikan bahan bakar yang tidak dapat
di perbaharui.
Penduduk dan Tingkat Pendidikan
Indonesia semakin hari kualitasnya
makin rendah. Berdasarkan Survey United Nations Educational, Scientific and
Cultural Organization (UNESCO), terhadap kualitas pendidikan di
Negara-negara berkembang di Asia Pacific, Indonesia menempati peringkat 10 dari
14 negara. Sedangkan untuk kualitas para guru, kulitasnya berada pada level 14
dari 14 negara berkembang.
Salah satu faktor rendahnya kualitas pendidikan di
Indonesia adalah karena lemahnya para guru dalam menggali potensi anak. Para
pendidik seringkali memaksakan kehendaknya tanpa pernah memperhatikan
kebutuhan, minat dan bakat yang dimiliki siswanya. Kelemahan para pendidik
kita, mereka tidak pernah menggali masalah dan potensi para siswa. Pendidikan seharusnya
memperhatikan kebutuhan anak bukan malah memaksakan sesuatu yang membuat anak
kurang nyaman dalam menuntut ilmu. Proses pendidikan yang baik adalah
dengan memberikan kesempatan pada anak untuk kreatif. Itu harus dilakukan sebab
pada dasarnya gaya berfikir anak tidak bisa diarahkan.
Selain kurang kreatifnya para pendidik
dalam membimbing siswa, kurikulum yang sentralistik membuat potret pendidikan semakin
buram. Kurikulum hanya didasarkan pada pengetahuan pemerintah tanpa
memperhatikan kebutuhan masyarakat. Lebih parah lagi,pendidikan tidak
mampu menghasilkan lulusan yang kreatif. Ini salahnya, kurikulum dibuat di
Jakarta dan tidak memperhatikan kondisi di masyarakat bawah. Jadi, para lulusan
hanya pintar cari kerja dan tidak pernah bisa menciptakan lapangan kerja
sendiri, padahal lapangan pekerjaan yang tersedia terbatas. Kualitas pendidikanIndonesia
sangat memprihatinkan. Berdasarkan analisa dari badanpendidikan dunia
(UNESCO), kualitas para guru Indonesia menempati peringkat terakhir dari 14
negara berkembang di Asia Pacifik. Posisi tersebut menempatkan negeri agraris
ini dibawah Vietnam yang negaranya baru merdeka beberapa tahun lalu. Sedangkan
untuk kemampuan membaca, Indonesia berada pada peringkat 39 dari 42 negara berkembang
di dunia. Lemahnya input quality, kualitas guru kita ada diperingkat 14 dari 14
negara berkembang. Ini juga kesalahan negara yang tidak serius untuk
meningkatkan kualitaspendidikan. Dari sinilah penulis mencoba untuk membahas
lebih dalam mengenai pendidikan di Indonesia dan segala dinamikanya.
A. Masalah
Mendasar Pendidikan di Indonesia
Bagi orang-orang yang berkompeten
terhadap bidang pendidikan akan menyadari bahwa dunia pendidikan kita
sampai saat ini masih mengalami “sakit”. Dunia pendidikan yang
“sakit” ini disebabkan karena pendidikan yang seharusnya membuat
manusia menjadi manusia, tetapi dalam kenyataannya seringkali tidak begitu.
Seringkalipendidikan tidak memanusiakan manusia. Kepribadian manusia
cenderung direduksi oleh sistem pendidikan yang ada.
Masalah pertama adalah bahwa pendidikan, khususnya di
Indonesia, menghasilkan “manusia robot”. Kami katakan demikian karenapendidikan yang
diberikan ternyata berat sebelah, dengan kata lain tidak seimbang. Pendidikan ternyata
mengorbankan keutuhan, kurang seimbang antara belajar yang berpikir (kognitif)
dan perilaku belajar yang merasa (afektif). Jadi unsur integrasi cenderung
semakin hilang, yang terjadi adalah disintegrasi. Padahal belajar tidak hanya
berfikir. Sebab ketika orang sedang belajar, maka orang yang sedang belajar
tersebut melakukan berbagai macam kegiatan, seperti mengamati, membandingkan,
meragukan, menyukai, semangat dan sebagainya. Hal yang sering disinyalir ialah pendidikan seringkali
dipraktekkan sebagai sederetan instruksi dari guru kepada murid. Apalagi dengan
istilah yang sekarang sering digembar-gemborkan sebagai “pendidikanyang
menciptakan manusia siap pakai. Dan “siap pakai” di sini berarti menghasilkan
tenaga-tenaga yang dibutuhkan dalam pengembangan dan persaingan bidang industri
dan teknologi. Memperhatikan secara kritis hal tersebut, akan nampak bahwa
dalam hal ini manusia dipandang sama seperti bahan atau komponen pendukung
industri. Itu berarti, lembaga pendidikan diharapkan mampu menjadi lembaga
produksi sebagai penghasil bahan atau komponen dengan kualitas tertentu yang
dituntut pasar. Kenyataan ini nampaknya justru disambut dengan antusias oleh
banyak lembaga pendidikan.
Masalah kedua adalah sistem pendidikan yang
top-down (dari atas ke bawah) atau kalau menggunakan istilah Paulo Freire
(seorang tokoh pendidik dari Amerika Latin) adalah pendidikan gaya
bank. Sistempendidikan ini sangat tidak membebaskan karena para peserta
didik (murid) dianggap manusia-manusia yang tidak tahu apa-apa. Guru sebagai
pemberi mengarahkan kepada murid-murid untuk menghafal secara mekanis apa isi
pelajaran yang diceritakan. Guru sebagai pengisi dan murid sebagai yang diisi.
Otak murid dipandang sebagai safe deposit box, dimana pengetahuan dari guru
ditransfer kedalam otak murid dan bila sewaktu-waktu diperlukan, pengetahuan
tersebut tinggal diambil saja. Murid hanya menampung apa saja yang disampaikan
guru.
Jadi hubungannya adalah guru sebagai
subyek dan murid sebagai obyek. Model pendidikan ini tidak
membebaskan karena sangat menindas para murid. Freire mengatakan bahwa dalam pendidikangaya
bank pengetahuan merupakan sebuah anugerah yang dihibahkan oleh mereka yang
menganggap dirinya berpengetahuan kepada mereka yang dianggap tidak mempunyai
pengetahuan apa-apa.
Yang ketiga, dari model pendidikan yang
demikian maka manusia yang dihasilkan pendidikan ini hanya siap untuk
memenuhi kebutuhan zaman dan bukannya bersikap kritis terhadap zamannya.
Manusia sebagai objek (yang adalah wujud dari dehumanisasi) merupakan fenomena
yang justru bertolak belakang dengan visi humanisasi, menyebabkan manusia
tercerabut dari akar-akar budayanya (seperti di dunia Timur/Asia). Bukankah
kita telah sama-sama melihat bagaimana kaum muda zaman ini begitu gandrung
dengan hal-hal yang berbau Barat? Oleh karena itu strategi pendidikan di
Indonesia harus terlebur dalam “strategi kebudayaan Asia”, sebab Asia kini
telah berkembang sebagai salah satu kawasan penentu yang strategis dalam bidang
ekonomi, sosial, budaya bahkan politik internasional. Bukan bermaksud
anti-Barat kalau hal ini penulis kemukakan. Melainkan justru hendak mengajak
kita semua untuk melihat kenyataan ini sebagai sebuah tantangan bagi dunia pendidikan kita.
Mampukah kita menjadikan lembaga pendidikan sebagai sarana interaksi
kultural untuk membentuk manusia yang sadar akan tradisi dan kebudayaan serta
keberadaan masyarakatnya sekaligus juga mampu menerima dan menghargai
keberadaan tradisi, budaya dan situasi masyarakat lain? Dalam hal ini, makna pendidikan menurut
Ki Hajar Dewantara menjadi sangat relevan untuk direnungkan.
B. Kualitas
Pendidikan di Indonesia
Ada dua faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan, khususnya
diIndonesia yaitu :
-
Faktor internal, meliputi jajaran dunia pendidikan baik
itu DepartemenPendidikan Nasional, Dinas Pendidikan daerah, dan juga
sekolah yang berada di garis depan.Dalam hal ini,interfensi dari pihak-pihak
yang terkait sangatlah dibutuhkan agar pendidikan senantiasa selalu
terjaga dengan baik.
-
Faktor eksternal, adalah masyarakat pada umumnya.Dimana,masyarakat
merupakan ikon pendidikan dan merupakan tujuan dari adanya pendidikan yaitu
sebagai objek daripendidikan.
Banyak faktor-faktor yang menyebabkan kualitas pendidikan di
Indonesia semakin terpuruk. Faktor-faktor tersebut yaitu :
1. Rendahnya
Kualitas Sarana Fisik
Untuk sarana fisik misalnya, banyak
sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan
penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara
laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan
sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri,
tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.
2. Rendahnya
Kualitas Guru
Keadaan guru di Indonesia juga amat
memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai
untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003
yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian
dan melakukan pengabdian masyarakat.
Kendati secara kuantitas jumlah guru di
Indonesia cukup memadai, namun secara kualitas mutu guru di negara ini, pada
umumnya masih rendah. Secara umum, para guru di Indonesia kurang bisa
memerankan fungsinya dengan optimal, karena pemerintah masih kurang
memperhatikan mereka, khususnya dalam upaya meningkatkan profesionalismenya.
Secara kuantitatif, sebenarnya jumlah guru di Indonesia relatif tidak terlalu
buruk. Apabila dilihat ratio guru dengan siswa, angka-angkanya cukup bagus
yakni di SD 1:22, SLTP 1:16, dan SMU/SMK 1:12. Meskipun demikian, dalam hal
distribusi guru ternyata banyak mengandung kelemahan yakni pada satu sisi ada
daerah atau sekolah yang kelebihan jumlah guru, dan di sisi lain ada daerah
atau sekolah yang kekurangan guru. Dalam banyak kasus, ada SD yang jumlah
gurunya hanya tiga hingga empat orang, sehingga mereka harus mengajar kelas
secara paralel dan simultan.
Bila diukur dari persyaratan akademis,
baik menyangkut pendidikan minimal maupun kesesuaian bidang studi dengan
pelajaran yang harus diberikan kepada anak didik, ternyata banyak guru yang
tidak memenuhi kualitas mengajar (under quality).
Hal itu dapat dibuktikan dengan masih
banyaknya guru yang belum sarjana, namun mengajar di SMU/SMK, serta banyak guru
yang mengajar tidak sesuai dengan disiplin ilmu yang mereka miliki. Keadaan
seperti ini menimpa lebih dari separoh guru di Indonesia, baik di SD, SLTP dan
SMU/SMK. Artinya lebih dari 50 persen guru SD, SLTP dan SMU/SMK di Indonesia
sebenarnya tidak memenuhi kelayakan mengajar. Dengan kondisi dan situasi
seperti itu, diharapkan pendidikan yang berlangsung di sekolah harus
secara seimbang dapat mencerdaskan kehidupan anak dan harus menanamkan budi
pekerti kepada anak didik. “Sangat kurang tepat bila sekolah hanya
mengembangkan kecerdasan anak didik, namun mengabaikan penanaman budi pekerti
kepada para siswanya.
Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu
keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan
kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat
besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya.
Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya
tingkat kesejahteraan guru.
3. Rendahnya
Kesejahteraan Guru
Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai
peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Dengan
pendapatan yang rendah, terang saja banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan
sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari,
menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa
ponsel, dan sebagainya.
Dengan adanya UU Guru dan Dosen,
barangkali kesejahteraan guru dan dosen (PNS) agak lumayan. Pasal 10 UU itu
sudah memberikan jaminan kelayakan hidup. Di dalam pasal itu disebutkan guru
dan dosen akan mendapat penghasilan yang pantas dan memadai, antara lain
meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi,
dan/atau tunjangan khusus serta penghasilan lain yang berkaitan dengan
tugasnya. Mereka yang diangkat pemkot/pemkab bagi daerah khusus juga berhak
atas rumah dinas.
Tapi, kesenjangan kesejahteraan guru
swasta dan negeri menjadi masalah lain yang muncul. Di lingkungan pendidikanswasta,
masalah kesejahteraan masih sulit mencapai taraf ideal. Diberitakan Pikiran
Rakyat 9 Januari 2006, sebanyak 70 persen dari 403 PTS di Jawa Barat dan Banten
tidak sanggup untuk menyesuaikan kesejahteraan dosen sesuai dengan amanat UU
Guru dan Dosen.
4. Rendahnya
Prestasi Siswa
Dengan keadaan yang demikian itu
(rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian
prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi
fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah.
Menurut Trends in Mathematic and Science Study (TIMSS) 2003 (2004), siswa
Indonesia hanya berada di ranking ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi
matematika dan di ranking ke-37 dari 44 negara dalam hal prestasi sains. Dalam
hal ini prestasi siswa kita jauh di bawah siswa Malaysia dan Singapura sebagai
negara tetangga yang terdekat.
Dalam hal prestasi, 15 September 2004
lalu United Nations for Development Programme (UNDP) juga telah mengumumkan
hasil studi tentang kualitas manusia secara serentak di seluruh dunia melalui
laporannya yang berjudul Human Development Report 2004. Di dalam laporan
tahunan ini Indonesia hanya menduduki posisi ke-111 dari 177 negara. Apabila
dibanding dengan negara-negara tetangga saja, posisi Indonesia berada jauh di
bawahnya.
Dalam skala internasional, menurut
Laporan Bank Dunia (Greaney,1992), studi IEA (Internasional Association for the
Evaluation of Educational Achievement) di Asia Timur menunjukan bahwa
keterampilan membaca siswa kelas IV SD berada pada peringkat terendah.
Rata-rata skor tes membaca untuk siswa SD: 75,5 (Hongkong), 74,0 (Singapura),
65,1 (Thailand), 52,6 (Filipina), dan 51,7 (Indonesia).
Anak-anak Indonesia ternyata hanya
mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan ternyata mereka sulit sekali
menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini mungkin
karena mereka sangat terbiasa menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda.
Selain itu, hasil studi The Third
International Mathematic and Science Study-Repeat-TIMSS-R, 1999 (IEA, 1999)
memperlihatkan bahwa, diantara 38 negara peserta, prestasi siswa SLTP kelas 2
Indonesia berada pada urutan ke-32 untuk IPA, ke-34 untuk Matematika. Dalam
dunia pendidikan tinggi menurut majalah Asia Week dari 77 universitas
yang disurvai di asia pasifik ternyata 4 universitas terbaik di Indonesia hanya
mampu menempati peringkat ke-61, ke-68, ke-73 dan ke-75.
5. Kurangnya
Pemerataan Kesempatan Pendidikan
Kesempatan memperoleh pendidikan masih
terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Data Balitbang Departemen PendidikanNasional
dan Direktorat Jenderal Binbaga Departemen Agama tahun 2000 menunjukan Angka
Partisipasi Murni (APM) untuk anak usia SD pada tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3
juta siswa). Pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi. Angka Partisipasi
Murni Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54, 8% (9,4 juta siswa).
Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas.
Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan
sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan
dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah
ketidakmerataan tersebut.
6. Rendahnya
Relevansi Pendidikan dengan Kebutuhan
Hal tersebut dapat dilihat dari
banyaknya lulusan yang menganggur. Data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak
tahun 1990 menunjukan angka pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU
sebesar 25,47%, Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%, sedangkan pada
periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing
tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%. Menurut data
Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan
tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan
tersendiri. Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan
kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang funsional
terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia
kerja.
7. Mahalnya
Biaya Pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal.
Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus
dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari
Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin
tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh
sekolah.
Untuk masuk TK dan SDN saja saat ini
dibutuhkan biaya Rp 500.000, sampai Rp 1.000.000. Bahkan ada yang memungut di
atas Rp 1 juta. Masuk SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta.
Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang
ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan MBS (Manajemen
Berbasis Sekolah). MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai
upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang
merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha.
Asumsinya, pengusaha memiliki akses
atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala
pungutan uang selalu berkedok, “sesuai keputusan Komite Sekolah”. Namun, pada
tingkat implementasinya, ia tidak transparan, karena yang dipilih menjadi
pengurus dan anggota Komite Sekolah adalah orang-orang dekat dengan Kepala
Sekolah. Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan Kepala
Sekolah, dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan tanggung jawab
negara terhadappermasalahan pendidikan rakyatnya.
Kondisi ini akan lebih buruk dengan
adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya
statuspendidikan dari milik publik ke bentuk Badan Hukum jelas memiliki
konsekuensi ekonomis dan politis amat besar. Dengan perubahan status itu
Pemerintah secara mudah dapat melemparkan tanggung jawabnya atas pendidikan warganya
kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas. Perguruan Tinggi Negeri
pun berubah menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Munculnya BHMN dan MBS
adalah beberapa contoh kebijakan pendidikan yang kontroversial. BHMN
sendiri berdampak pada melambungnya biayapendidikan di beberapa Perguruan
Tinggi favorit.
Privatisasi atau semakin melemahnya
peran negara dalam sektor pelayanan publik tak lepas dari tekanan utang dan
kebijakan untuk memastikan pembayaran utang. Utang luar negeri Indonesia
sebesar 35-40 persen dari APBN setiap tahunnya merupakan faktor pendorong
privatisasi pendidikan. Akibatnya, sektor yang menyerap pendanaan besar
sepertipendidikan menjadi korban. Dana pendidikan terpotong
hingga tinggal 8 persen (Kompas, 10/5/2005).
Dari APBN 2005 hanya 5,82% yang
dialokasikan untukpendidikan. Bandingkan dengan dana untuk membayar hutang yang
menguras 25% belanja dalam APBN (www.kau.or.id). Rencana Pemerintah
memprivatisasi pendidikan dilegitimasi melalui sejumlah peraturan,
seperti Undang-Undang SistemPendidikan Nasional, RUU Badan Hukum Pendidikan,
Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang PendidikanDasar dan Menengah,
dan RPP tentang Wajib Belajar. Penguatan pada privatisasi pendidikan itu,
misalnya, terlihat dalam Pasal 53 (1) UU No 20/2003 tentang Sistem PendidikanNasional
(Sisdiknas). Dalam pasal itu disebutkan, penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal
yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan.
Seperti halnya perusahaan, sekolah
dibebaskan mencari modal untuk diinvestasikan dalam operasional pendidikan.
Koordinator LSM Education Network for Justice (ENJ), Yanti Mukhtar (Republika,
10/5/2005) menilai bahwa dengan privatisasi pendidikan berarti
Pemerintah telah melegitimasi komersialisasi pendidikan dengan
menyerahkan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan ke pasar.
Dengan begitu, nantinya sekolah memiliki otonomi untuk menentukan sendiri biaya
penyelenggaraan pendidikan. Sekolah tentu saja akan mematok biaya
setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu. Akibatnya, akses
rakyat yang kurang mampu untuk menikmati pendidikan berkualitas akan
terbatasi dan masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial,
antara yang kaya dan miskin.
Hal senada dituturkan pengamat ekonomi
Revrisond Bawsir. Menurut dia, privatisasi pendidikan merupakan
agenda Kapitalisme global yang telah dirancang sejak lama oleh negara-negara
donor lewat Bank Dunia. Melalui Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU
BHP), Pemerintah berencana memprivatisasi pendidikan. Semua satuan pendidikan kelak
akan menjadi badan hukumpendidikan (BHP) yang wajib mencari sumber dananya
sendiri. Hal ini berlaku untuk seluruh sekolah negeri, dari SD hingga perguruan
tinggi.
Bagi masyarakat tertentu, beberapa PTN
yang sekarang berubah status menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN) itu
menjadi momok. Jika alasannya bahwa pendidikan bermutu itu harus
mahal, maka argumen ini hanya berlaku di Indonesia. Di Jerman, Prancis,
Belanda, dan di beberapa negara berkembang lainnya, banyak perguruan tinggi
yang bermutu namun biaya pendidikannya rendah. Bahkan beberapa negara ada yang
menggratiskan biaya pendidikan.
Pendidikan berkualitas memang
tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak harus murah atau gratis. Tetapi
persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya? Pemerintahlah sebenarnya yang
berkewajiban untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan
menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu.
Akan tetapi, kenyataannya Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab.
Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk
cuci tangan.
C. Solusi
Pendidikan di Indonesia
Untuk mengatasi masalah-masalah,
seperti rendahnya kualitas sarana fisik, rendahnya kualitas guru, dan lain-lain
seperti yang telah dijelaskan diatas, secara garis besar ada dua solusi yaitu:
-
Solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah
sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti
diketahui sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi
yang diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini,
diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme (mazhab neoliberalisme),
yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam
urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan.
-
Solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal
teknis yang berkait langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk
menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi siswa.
Solusi untuk masalah-masalah teknis
dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan.
Rendahnya kualitas guru, misalnya, di samping diberi solusi peningkatan
kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang
lebih tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas
guru. Rendahnya prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan
kualitas dan kuantitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan
sarana-sarana pendidikan, dan sebagainya.
Maka dengan adanya solusi-solusi
tersebut diharapkan pendidikandi Indonesia dapat bangkit dari
keterpurukannya, sehingga dapat menciptakan generasi-generasi baru yang berSDM
tinggi, berkepribadian pancasila dan bermartabat.
Kerusakan Hutan
Hutan merupakan jantung dari
bumi, banyak sekali manfaat yang didapatkan dari hutan seperti menghasilkan
oksigen, menghisap karbon dioksida yang berbahaya bagi manusia, mencegah
terjadinya banjir, mencegah terjadinya tanah longsor, dan lain-lain. Hutan juga
dapat di manfaatkan sumber daya alamnya, seperti digunakan untuk membuat rumah,
membuat kertas, dan kebutuhan manusia lainnya. Akan tetapi banyak manusia yang tidak
bertanggung jawab dalam pengambilan sumber daya alam tersebut. Hutan-hutan
ditebangi tanpa adanya pengolahan hutan kembali sehingga menyebabkan banyaknya
kerusakan hutan dan hilangnya hutan.
Apabila hal tersebut terus
dibiarkan, maka akan banyak bencana yang berdatangan di muka bumi ini. Pada
suatu tempat yang tidak memiliki tumbuhan atau pepohonan akan mudah dilanda
banjir. Hal tersebut dapat pula melanda ke tempat yang berpenduduk sehingga
dapat menggusur tempat tinggal tersebut dan juga dapat menjadi timbulnya bibit
penyakit. Ditambah lagi semakin berkembangnya zaman membuat manusia semakin
banyak menggunakan kendaraan bermotor, timbulnya banyak perindustrian yang akan
menyebabkan polusi udara. Tanpa adanya hutan, udara yang berada di bumi akan
menjadi sangat buruk dan akan berdampak sangat buruk kepada manusia yang
menghirupnya.
Kerusakan hutan yang terjadi
memberikan akibat yang nyata bagi kehidupan manusia. Sekarang orang merasakan
betapa pentingnya menjaga dan memelihara hutan karena banyak bencana yang
terjadi akibat kelalaian dan keserakahan manusia. Hutan diperlakukan semen-mena
tanpa memikirkan dampak dan akibatnya ketika hutan menjadi rusak. Menjaga dan
memelihara hutan dampaknya bukan saja untuk saat ini tetapi untuk masa depan
anak dan cucu kita. Kerusakan hutan yang terjadi memberikan dampak langsung
maupun tidak langsung terhadap lingkungan sekitar.
Banyak penyuluhan telah dilakukan
untuk menyadarkan masyarakat akan arti pentingnya manfaat hutan. Berbagai media
di pergunakan untuk membuat iklan-iklan tentang penyelamatan hutan, kampanye
lingkungan dilakukan Diana-mana, ditambah lagi artikel, makalah, Paper maupun
hasil penelitian oleh para ahli yang mengulas mengenai dampak dan akibat
kerusakan hutan, namun semua itu belum juga sepenuhnya dapat menyadarkan
masyarakat.
Akibat dan dampak dari kerusakan
hutan juga dapat menyebabkan terganggunya sistem hidro-orologis, hilangnya
biodiversitas, kerusakan ekosistem darat maupun laut, dan banyak lagi lainnya. Oleh
karena itu, mari tumbuhkan kesadaran pada diri kita sendiri akan pentingnya
hutan dan menjaga serta melestarikannya.
Global Warming (Tugas Penghantar Lingkungan#)
Dalam video tersebut dijelaskan tentang pemanasan global
atau yang biasa di sebut global warming.
Global warming adalah proses peningkatan suhu rata-rata
atmosfer, lautan dan daratan bumi. Global warming sangatlah berjaya apabila
terus dibiarkan, banyak hal yang menyebabkan terjadinya global warming
diantaranya seperti efek rumah kaca, polusi perindustrian, gas-gas berbahaya
dan lain sebagainya. Pemanasan global dari efek rumah kaca merupakan pancaran
radiasi matahari masuk melalui atmosfer ke permukaan bumi, sebagian besar
radiasi tersebut diserap oleh permukaan bumi dan sebagian lainnya di pantulkan
kembali ke luar angkasa, radiasi yang diserap oleh bumi di pancarkan kembali ke
atmosfer dalam bentuk radiasi infra merah panas, radiasi infra merah panas
tersebut di serap dan di pancarkan kembali oleh gas-gas rumah kaca yang berada
di atmosfer, gas-gas rumah kaca tersebut seperti selimut tipis yang memberikan
efek rumah kaca, yaitu efek yang memanaskan permukaan dan bagian bawah atmosfer
sehingga bumi cukup hangat untuk di tinggali makhluk hidup, apa bila selimut
tersebut menjadi tebal maka makin banyak radiasi infra merah yang terperangkap
di atmosfer sehingga terjadi peningkatan pemanasan di atmosfer. Gas-gas rumah
kaca antara lain berupa uap air, karbon dioksida, metana, nitrogen oksida dan
lain-lain.
Meningkatnya
aktivitas manusia yang mengeluarkan gas rumah kaca dan seiring bertambahnya
jumlah penduduk di seluruh dunia menyebabkan percepatan peningkatan jumlah gas
rumah kaca di atmosfer, keadaan ini terjadi secara terus menerus yang
menyebabkan radiasi matahari makin banyak yang terperangkap di atmosfer
sehingga menyebabkan suhu rata-rata di bumi terus meningkat. Beberapa aktivitas
manusia menghasilkan gas rumah kaca adalah penggunaan bahan bakar fosil,
seperti batu bara, minyak bumi dan gas alam yang menghasilkan gas karbon
dioksida pada kendaraan bermotor, mesin-mesin pabrik perindustrian, maupun
pembangkit tenaga listrik yang berbahan bakar batu bara dan minyak bumi.
Apabila
semua hal tersebut terus di abaikan maka akan sering terjadi bencana. Dampak dari
pemanasan global. Dampak dari pemanasan global pun sudah mulai terjadi seperti
naiknya rata-rata permukaan laut karena mencairnya gletser di kutub utara dan
kutub selatan. Adapun dampaknya yang membuat terjadinya perubahan suhu
permukaan laut yang tidak wajar menyebabkan timbulnya banyak badai. Global warming
juga menyebabkan bencana ekstrim sehingga membuat hancurnya ekosistem.
Fenomena
alam global warming tidak bisa di hentikan namun bisa di perlambat dengan cara
mengurangi penggunaan bahan bakar fosil seperti menghemat penggunaan listrik,
mendukung upaya pemerintah, beralih ke sumberdaya terbaharukan seperti tenaga
panas bumi, tenaga air, tenaga surya dan tenaga angin. Mengurangi penggunaan
kendaraan bermesin pribadi dengan cara menggunakan transportasi publik atau
carpooling. Menanam tanaman dan pohon disekitar lingkungan kita, melakukan
penghematan penggunaan berbahan kertas dan tisu serta mengurangi penggunaan
bahan plastik, dan lain-lain.
Jika tidak
ada usaha untuk menghambat pemanasan global dalam 100 tahun ke depan di
proyeksikan beberapa daerah tidak akan lagi bisa menjadi area permukiman.
Langganan:
Postingan (Atom)